Rabu, 20 Juli 2011

Kisah 1001 Malam

Sultan Harun Al-Rasyid masygul
berat, konon, penyebabnya
sudah tujuh bulan Abu Nawas
tidak menghadap ke Istana.
Akibatnya, suasana Balairung
jadi lengang, sunyi senyap. Sejak dilarang datang ke Istana, Abu
Nawas memang benar-benar
tidak pernah muncul di Istana. “Mungkin Abu Nawas marah
kepadaku,” pikir Sultan, maka
diutuslah seorang punggawa ke
rumah Abu Nawas. “Tolong sampaikan kepada
Sultan, aku sakit hendak
bersalin,” jawab Abu Nawas
kepada punggawa yang datang
ke rumah Abu Nawas
menyampaikan pesan Sultan. “Aku sedang menunggu dukun
beranak untuk mengelurkan
bayiku ini,” kata Abu Nawas lagi
sambil mengelus-elus perutnya
yang buncit.

“Ajaib benar,” kata Baginda
dalam hati, setelah mendengar
laporan punggawa setianya.
“Baru hari ini aku mendengar
kabar seorang lelaki bisa hamil
dan sekarang hendak bersalin. Dulu mana ada lelaki melahirkan.
Aneh, maka timbul keinginan
Sultan untuk menengok Abu
Nawas. Maka berangkatlah dia
diiringi sejumlah mentri dan para
punggawa ke rumah Abu Nawas. Begitu melihat Sultan datang,
Abu Nawas pun berlari-lari
menyamabut danm menyembah
kakinya, seraya berkata, “Ya
tuanku Syah Alam, berkenan
juga rupanya tuanku datang ke rumah hamba yang hina dina
ini.”

Sultan dipersilahkan duduk di
tempat yang paling terhormat,
sementara Abu Nawas duduk
bersila di bawahnya. “Ya tuanku
Syah Alam, apakah kehendak
duli Syah Alam datang ke rumah hamba ini? Rasanya bertahta
selama bertahun-tahun baru
kali ini tuanku datang ke rumah
hamba,” tanya Abu Nawas. “Aku kemari karena ingin tahu
keadaanmu,” jawab Sultan,
“Engkau dikabarkan sakit
hendak melahirkan dan sedang
menunggu dukun beranak, sejak
zaman nenek moyangku hingga sekarang, aku belum pernah
mendengar ada seorang lelaki
mengandung dan melahirkan, itu
sebabnya aku datang kemari.”

Abu Nawas tidak menjawab, ia
hanya tersenyum. “Coba jelaskan perkatanmu.
Siapa lelaki yang hamil dan siapa
dukun beranaknya,” tanya
Sultan lagi. Maka dengan senang hati
berceritalah Abu Nawas. “Knon,
ada seorang raja mengusir
seorang pembesar istana. Tetapi
setelah lima bulan berlalu, tanpa
alasan yang jelas, sang Raja memanggil kembali pembear
tersebut ke Istana, ini ibarat
hubungan laki-laki dan
perempuan yang kemudian hamil
tanpa menikah. Tentu saja itu
melanggar adat dan agama, menggegerkan seluruh negeri. Lagi pula apabila seorang
mengeluarkan titah, tidak boleh
mencabut perintahnya lagi, jika
itu dilakukan, ibarat menjilat air
ludah sendiri, itulah tanda-tanda
pengecut. Oleh akrena itu harus berpikir masak-masak sebelum
bertindak. Itulah tamsil seorang
lelaki yang hendak bersalin,
adapun dukun beranak yang
ditumggu, adalah baginda
kemari,” baginda kemari kata Abu Nawas, adapun beranak
yang ditunggu kedatangan
Baginda kemari, “kata Abu
Nawas.” Dengan kedatangan
baginda kemari, berarti hamba
sudah melahirkan, yang dimaksud dengan bersalin adalah
hilangnya rasa sakit atau takut
hamba kepada Baginda.”

“Bukan begitu, kata Sultan.
“Ketika aku melarang kamu
datang lagi ke istana, itu tidak
sungguh-sungguh, melainkan
hanya bergurau. Besok
datanglah engkau ke istana, aku ingin bicara denganmu.
Memang di sana banyak mentri,
tetapi tidak seperti kamu.
lagipula selama engkau tidak
hadir di istana, selama itu pula
hilanglah cahaya Balairungku”. “Segala titah baginda, patik
junjung tinggi tuanku,” sembah
Abu Nawas dengan takdzim.
Tetapi Sutan cuma geleng-
geleng kepala. Dan tidak
seberapa lama kemudian Sultan pun kembali ke Istana dengan
perasaan heran bercampur
geli.


Air Susu yang Pemalu

Suatu hari Sultan Harun Al-
Rasyid berjalan-jalan di pasar.
Tiba-tiba ia memergoki Abu
Nawas tengah memegang botol
berisi anggur. Sultan pun
menegur san Penyair, “Wahai Abu Nawas, apa yang tengah
kau pegang itu?” Dengan gugup Abu Nawas
menjawab, “Ini susu Baginda.” “Bagaimana mungkin air susu ini
berwarna merah, biasanya susu
kan berwarna putih bersih,”
kata Sultan keheranan sambil
mengambil botol yang di pegang
Abu Nawas. “Betul Baginda, semula air susu
ini berwarna putih bersih, saat
melihat Baginda yang gagah
rupawan, ia tersipu-sipu malu,
dan merona merah.”

Mendengar jawaban Abu Nawas,
baginda pun tertawa dan
meninggalkannya sambil geleng-
geleng kepala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar